

By : Lola Harmanurjeni, 09.01.20
AKARTA--MI: Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (DPO) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo menolak rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang akan mengeluarkan fatwa haram merokok.
Penolakan itu disampaikan dalam diskusi Menyikapi Kontroversi Tembakau dan Industri Ikutannya (Rokok) secara Obyektif yang digelar DPP Pemuda Tani Indonesia di Jakarta Design Center, Selasa (20/1).
''Saya dulu perokok berat. Tapi, sekarang berhenti merokok. Merokok memang tidak baik bagi kesehatan. Saya setuju pengendalian rokok, tapi tidak setuju bila MUI memfatwakan haram,'' kata Siswono.
Round Table Discussion Empat Jam Bersama Pemuda Tani Indonesia itu menghadirkan Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran, Seksi Cukai Tembakau II Bagian Kebijakan Bidang Cukai Hasil Tembakau Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan, dan Pengasuh Pondok Pesantren Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat, KH Maksum.
Di Indonesia, kata Siswono, terdapat 6,1 juta orang yang terlibat langsung dalam industri tembakau. Jika dijumlahkan dengan tenaga kerja yang tidak terlibat langsung, jumlahnya bisa mencapai 30,5 juta orang. "Masa mau mendosakan para pekerja ini?,'' ujarnya.
Siswono menyatakan dengan bekerja, manusia berarti sedang memuliakan dirinya. Jadi MUI jangan sampai mengeluarkan keputusan yang menghilangkan lapangan kerja bagi orang-orang yang ingin memuliakan dirinya.
Selain itu, Siswono mengatakan bahwa konsumen rokok di dunia mencapai 1,5 miliar orang. "Di Indonesia sendiri, konsumen rokok lebih dari 15 juta orang. Masa orang-orang ini mau didosakan. Justru yang berbuat dosa ialah orang-orang yang mendosakan orang-orang ini,'' kata mantan menteri di era Orde Baru ini yang disambut tawa hadirin.
Pengasuh Pondok Pesantren Ciwaringin, Cirebon K.H. Maksum memastikan bahwa MUI tidak akan gegabah dengan mengeluarkan keputusan haram bagi rokok. Sebab sampai saat ini belum ditemukan dalilnya didalam Al-Qur'an maupun Al-Hadist.
"Hukum merokok itu bermacam-macam. Tergantung kondisi dan keadaannya. Bisa saja merokok itu hukumnya wajib jika seorang guru tidak bisa mengajar akibat pusing karena belum merokok," terangnya.
Diskusi berlangsung 'panas' karena bertemunya dua kepentingan yang berbeda, yakni kelompok anti-merokok (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan pro-merokok (petani tembakau dan industri tembakau).
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak MUI mengeluarkan fatwa haram merokok, karena anak-anak telah menjadi korban merebaknya budaya merokok. (X-4)
Penolakan itu disampaikan dalam diskusi Menyikapi Kontroversi Tembakau dan Industri Ikutannya (Rokok) secara Obyektif yang digelar DPP Pemuda Tani Indonesia di Jakarta Design Center, Selasa (20/1).
''Saya dulu perokok berat. Tapi, sekarang berhenti merokok. Merokok memang tidak baik bagi kesehatan. Saya setuju pengendalian rokok, tapi tidak setuju bila MUI memfatwakan haram,'' kata Siswono.
Round Table Discussion Empat Jam Bersama Pemuda Tani Indonesia itu menghadirkan Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran, Seksi Cukai Tembakau II Bagian Kebijakan Bidang Cukai Hasil Tembakau Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan, dan Pengasuh Pondok Pesantren Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat, KH Maksum.
Di Indonesia, kata Siswono, terdapat 6,1 juta orang yang terlibat langsung dalam industri tembakau. Jika dijumlahkan dengan tenaga kerja yang tidak terlibat langsung, jumlahnya bisa mencapai 30,5 juta orang. "Masa mau mendosakan para pekerja ini?,'' ujarnya.
Siswono menyatakan dengan bekerja, manusia berarti sedang memuliakan dirinya. Jadi MUI jangan sampai mengeluarkan keputusan yang menghilangkan lapangan kerja bagi orang-orang yang ingin memuliakan dirinya.
Selain itu, Siswono mengatakan bahwa konsumen rokok di dunia mencapai 1,5 miliar orang. "Di Indonesia sendiri, konsumen rokok lebih dari 15 juta orang. Masa orang-orang ini mau didosakan. Justru yang berbuat dosa ialah orang-orang yang mendosakan orang-orang ini,'' kata mantan menteri di era Orde Baru ini yang disambut tawa hadirin.
Pengasuh Pondok Pesantren Ciwaringin, Cirebon K.H. Maksum memastikan bahwa MUI tidak akan gegabah dengan mengeluarkan keputusan haram bagi rokok. Sebab sampai saat ini belum ditemukan dalilnya didalam Al-Qur'an maupun Al-Hadist.
"Hukum merokok itu bermacam-macam. Tergantung kondisi dan keadaannya. Bisa saja merokok itu hukumnya wajib jika seorang guru tidak bisa mengajar akibat pusing karena belum merokok," terangnya.
Diskusi berlangsung 'panas' karena bertemunya dua kepentingan yang berbeda, yakni kelompok anti-merokok (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan pro-merokok (petani tembakau dan industri tembakau).
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak MUI mengeluarkan fatwa haram merokok, karena anak-anak telah menjadi korban merebaknya budaya merokok. (X-4)
No comments:
Post a Comment